Selasa, 20 Oktober 2009

Kalam Habib Syaikhan bin Ali as-Segaf



Membedah Dua Tipikal Hati


Di dalam raga manusia terpendam segumpal daging. Wujudnya sungguh bermakna. Bila ia bersih, putih, tak terkontaminasi, maka manusia itu baik, saleh, dermawan, dan santun. Sebaliknya, bila warnanya hitam, dekil, berlumuran debu, maka manusianya keji, penipu, egois, dan penuh nafsu untuk memangsa manusia yang lain.

Hakikat hati itu bening, laksana cermin. Lalu ia berproses seiring usia. Lingkungan dan pergaulan adalah ekses-ekses yang mempengaruhi warna hati. Pendidikan juga menentukan. Sebab itu manusia musti mawas diri. Segala yang masuk harus disaring dengan jeli. Iman dan takwa adalah filter. Taubat dan istighfar adalah media untuk menetralisir.

Habib Syaikhan bin Ali as-Segaf, seorang ulama besar yang kubahnya menjadi monumen sakral di Bandar Mukalla, Hadramaut, membedah ihwal hati dengan kearifan makrifatnya. Seabad yang lampau, kalam-kalam beliau ini dicatat dan didokumentasikan dengan rapi menjadi manuskrip yang memperkaya khazanah kesalafan. Oh ya, beliau adalah ayahanda Habib Jakfar bin Syaikhan as-Segaf.

"Betapa bagus dan eloknya hati yang lembut, bertabur cinta, rahmat, kasih sayang, dan perhatian. Pitutur-pitutur bijak mudah diserapnya. Ia mencandu kebajikan. Dan hal-hal baik adalah perangai kesejatiannya. Ia mendamba orang-orang baik, antipati kepada kedurjanaan dan pelakunya. Hati macam ini penuh welas asih dan nasehat."

"Penanda orang yang dikaruniai hati sejernih ini adalah sikapnya yang lapang dada, jiwanya dermawan, tutur katanya santun, pemikirannya bersih, kasih sayang, murah senyum, raut muka yang sejuk dipandang, ringan tangan, sangkaannya selalu positif, serta ragawinya terjaga dari laku-laku maksiat. Tengara yang lain ialah suka bercanda akrab, aura wajahnya terang, dan rasa malu selalu melingkupi air mukanya. Orang macam ini tak betah pada perbuatan batil, dan kurang menikmati keramaian."

"Empunya hati serupa ini senantiasa beroleh penjagaan dari Allah SWT. Dirinya takkan pernah luput dari radar pengawasannya. Ciri-ciri orang ini adalah tawadhu', hatinya mudah koyak, merasa diri lemah dan fakir kepada-Nya, hanya cinta kepada perkara-perkara yang dicintai dan dipilih-Nya. Setitik amal saleh yang diperbuat orang berhati emas ini nilainya jauh lebih agung dari amal-amal yang dilakukan orang berhati keruh. Barangsiapa mengenal sosok ini, jangan bimbang, bersahabatlah dengannya, selalulah di dekatnya!"

Kira-kira, adakah manusia berhati mulia seperti ini sekarang? Di zaman yang telah coreng-moreng dengan kepalsuan? bila ada, ia adalah mutiara diantara kerikil-kerikil tajam yang menusuk. Yang umum saat ini adalah manusia berhati materialistik yang serakah dan diliputi angkara murka.

Gelap

Habib Syaikhan meneruskan, "Hati yang paling keji adalah hati yang telah membatu, alpa, dan jauh dari rasa kasih. Nasehat-nasehat senantiasa terpental darinya. Tak ada cinta, tak ada rahmat. Kesumat, sadisme, serta dengki tertanam subur dalam benaknya. Kebiasaannya busuk. Ia gemar memantik fitnah di tengah orang-orang. Dirinya tak pernah kuasa membendung gejolak hawa nafsunya. Akalnya kurang waras: merasa tak perlu menjauhi ghibah (gosip murahan), dan tak pernah memperhitungkan akibat-akibat dari tingkah polahnya."

"Model orang berhati nista seperti ini adalah sombong, pongah, narsis (merasa paling super), dan bangga diri. Perasaannya muak kala menyaksikan perbuatan-perbuatan baik dan pelakunya. Tak sekalipun ia mau mengakui kesalahannya. Ia menjauh dari orang-orang saleh dan ulama. Karakternya gila pujian dan menampik nasehat. Angan-angannya jauh, namun amalnya cuma sedikit. Kematian tak pernah terbayang dalam lubuk hatinya. Tiada rasa takut kepada Allah SWT. Sikapnya khianat dan suka berkhayal. Kedua matanya tak pernah basah oleh air mata. Seringanya menyeramkan, serta tak memiliki perasaan malu sedikit saja."

"Itulah jenis manusia rakus, tolol dan terlena. Jangan dekat-dekat dengannya, agar dirimu selamat dari berbagai mala, dan supaya ihwal baikmu tetap terjaga. Manalah mungkin manusia baik dan manusia keji berbaur? Seperti halnya cahaya yang terang takkan berpadu dengan kegelapan malam. Hikmah yang dipatrikan Allah SWT kepada setiap makhluknya niscaya berlaku. Hanya Dia yang menguasai segala urusan, yang lalu maupun yang bakal terjadi."

Tipe yang manakah hati yang terkandung dalam diri kita? Yang hitam, atau yang putih. Atau jangan-jangan, hati kita abu-abu tak menentu. Habib Syaikhan juga menambahkan sedikit wasiat,

"Amalan-amalan hati niscaya bersambung langsung ke hadirat Rabb SWT. Tak ada hijab, sebab, nyatanya, tiada yang sanggup melihat selain Dia. Makhluk-makhluk tak punya daya untuk membaca amal bakti kalbu. Karena itu ia terbebas dari infeksi riya' dan syak (keraguan). Nilai amalan-amalan hati teramat mahal. Bagai permata yang hanya dipunyai sedikit orang. Merekalah, para arifin, yang memilikinya. Merekalah para peniti suluk yang agung." (Diterjemah dari kitab kumpulan kalam Habib Syaikhan yang tersimpan di koleksi kitab kediaman Habib Taufik Assegaf, Pasuruan)

1 komentar:

  1. Selamat atas terbitnya blog pencerahan ini. semoga istikamah...

    BalasHapus