Sabtu, 29 September 2012

Biografi Sayid Ahmad Zaini Dahlan (Bagian 1)




Benteng Aswaja di Bumi Haramain

Sayid Ahmad Zaini Dahlan adalah salah seorang “Syaikhul Islam” yang ilmu dan dakwahnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ia merupakan guru terkemuka di Masjidil Haram yang kala itu menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Murid-muridnya datang dari berbagai belahan bumi.

Sayid Ahmad Zaini masih keturunan “Quthub Rabbany”, Syeikh Abdul Qodir Jaelani. Nasab lengkapnya: Ahmad bin Zaini Dahlan bin Ahmad Dahlan bin Utsman Dahlan bin Nikmatullah bin Abdurahman bin Muhammad bin Abdullah bin Utsman Bin Athaya bin Faris bin Mustafa bin Muhammad bin Ahmad bin Zaini bin Abdul Qodir bin Abdul Wahab bin Muhammad bin Abdur Razaq bin Ali bin Ahmad bin Al-Hasan bin “Sulthonul Auliya” Syeikh Abdul Qodir Jaelani Al-Hasani.

Al-Allamah Sayid Bakrie bin Muhammad Satho Al-Makky, penulis Hasyisah “I’anatut Thalibin” yang pernah berguru kepada Sayid Ahmad, mencatat dalam kitabnya “Nafkhah Ar-Rahman” bahwa Sayid Ahmad dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 1232 Hijriyah. Ia mengecap pendidikan dasar dari ayahandanya sendiri sampai berhasil mengahafalkan Al-Qur’an dan sejumlah kitab matan dasar seperti Alfiyah, Zubad dan lain-lain. Selanjutya ia menuntut ilmu di Masjidil Haram kepada beberapa guru besar di masa itu. Al-Allamah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi al-Azhari adalahSyeikh Futh(penyingkap rahasia ilmu) yang banyak mempengaruhi sisi keilmuanya.

Di samping itu, Sayid Ahmad pernah memperoleh ijazah dan ilbas eksklusif dari Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi, mufti Mekah. Ia memiliki sanad ilmu dari Habib Umar bin Abdullah Al-Jufri dan Habib Abdur Rahman bin Ali Assegaf.

Dalam perjalanannya Sayid Ahmad mendalami fikih madzhab Imam Hanafi kepada Al-Allamah Sayid Muhammad Al-Katbi. Pada akhirnya ia menguasai fikih empat mazhab dengan sempurna. Setiap kali ada pertanyaan ditujukan kepadanya, ia senantiasa menjawab dengan rujukan empat mazhab tersebut.

Bila ada permasalahan sulit dan para ulama tak mendapatkan jawaban, Sayid Ahmad menjadi pemecah kebuntuan. Karena ketinggian ilmunya itu Sayid Ahmad ditahbiskan sebagau pengajar nomor wahid di Masjidil Haram. Padahal untuk menjadi pengajar Masjidil Haram, seseorang mesti lulus uji kemampuan kurang lebih 15 macam disiplin ilmu dari para ulama besar yang ahli di bidangnya masing-masing.

Meski demikian status elit itu tidak membuat sosok Sayid Ahmad Zaini besar kepala. Ia tetap mengedepankan musyawarah dan diskusi bersama ulama lain dalam menyikapi permasalahan umat.

Sabtu, 22 September 2012

AGAR KHUSUK DALAM SHALAT



(Nasehat Habib Umar bin Segaf as-Segaf as-Shofiy, Sewun, Hadramaut)



 
"Ada enam hal yang bisa membimbing seseorang meraih khusuk dan hudur dalam shalatnya. Pertama, berkonsentrasi penuh untuk shalat. Kedua, senantiasa menjaga kesucian diri (dari hadas). Ketiga, memfokuskan diri dan hatinya. Keempat, berdiri lurus. Kelima, membaca surat An-Nas sebelum shalat. Keenam, melafalkan kalimat “La ilaha illallah” lalu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan dengan membaca ta’awuz. Ketujuh, membayangkan dirinya berdiri di hadapan Allah SWT dan menepis segala sesuatu selain-Nya."

"Di antara penumbuh keresahan dan kesusahan yang berkepanjangan dalam hati adalah kegalauan tatkala kehilangan harta benda. Oleh karenanya, jangan terlalu menyesali barang yang hilang. Dunia beserta isinya tiada yang kekal. Hiburlah diri dengan pikiran positif. Seumpama musibah itu menimpa anak atau keluarga, niscaya kesedihan dan kesusahan yang anda rasakan lebih besar."

Amirul mukminin, Umar bin Al-Khattab pernah bertutur, “Tatkala diriku tertimpa musibah, aku tetap berkeyakinan bahwa Allah SWT mengkaruniai diriku tiga kenikmatan: Pertama, Ia memberi keringanan dengan tidak menimpakan musibah yang lebih besar, padahal Ia teramat mampu untuk melakukannya. Kedua, Ia tidak menimpakan musibah dalam urusan agamaku. Yang terakhir, berkat musibah itu aku beroleh pahala yang melimpah dari-Nya di hari kiamat kelak.